Senin, 04 Juli 2016

My Profile

Listianto Suryo Prakoso adalah Anak Pertama dari 2 bersaudara , beliau Seorang Therapist dan Pembelajar Hypnosis & Hypnotherapy dari The Indonesian Board of Hypnotherapi (IBH) suatu Organisasi Hypnotherapist pertama & terbesar di Indonesia  dan beliau bertempat tinggal di Provinsi Jawa Tengah tepatnya di Kota Surakarta


Dengan latar belakang lulusan SMK N 9 Surakarta, Tertarik dalam dunia Hypnosis & Hypnotherapy sejak masih SMK akhir dan terus belajar kepada banyak praktisi di Indonesia .  Beliau sekarang masih berumur 19 . dan lahir pada tahun 1996
Impian beliau sangatlah mengagumkan, yaitu menjadi Trainer Muda Professional Hypnosis dan Therapist Professional
Beliau mengenal dunia energy Healing, sejak belajar REIKI dari Grand Master Rudy Wahono (Ketua Komunitas Lilo Legowo dan Owner  Soul Orgonite)

Dan beliau kini memperoleh penghargaan diantaranya:
*Certified Hypnotist (CH) & Certified Hipnotherapist (CHt) dari The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH)
*Certified Hypnotist (CH) & Certified Hipnotherapist (CHt) dari Delapan Setengah School Of Hypnotist
*Quantum Money Meditation dari Komunitas Lilo Legowo
*Certified Reiki dari Grand Master Rudy Wahono

Lebih detail silahkan Hubungi beliau Listianto Suryo Prakoso di nomor ( 085-728-718-277 ) / ( Pin: 594E1496 )

Hypnotic Persuasion With NLP


Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda, jika seandainya Anda memiliki kemampuan persuasi yang tak terlawankan? Atau memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain secara lebih efektif? Atau agar anak Anda lebih mudah diminta mengerjakan PR dirumah atau memintanya makan yang teratur? Atau sebut keinginan apa lagi yang selama ini membuat iri kita, karena hanya dimiliki oleh orang-orang yang ‘berbakat’ atau kharismatik?
Jika Anda sudah pernah mendengar NLP Hypnotic Language Pattern, tentu pertanyaan di atas bukan suatu impian lagi. Saat ini NLP-HLP tengah menjadi suatu bidang yang amat digandrungi di berbagai belahan dunia.

Apakah Hypnotic Persuasion?
Hypnotic persuasion adalah suatu teknik mempengaruhi (persuasion) yang menggunakan pendekatan hypnosis. Nah, bagi Anda yang masih belum tahu hypnosis itu sebenarnya apa, silahkan mengacu pada artikel “Apakah Hypnosis”. Secara singkat, bisa dijelaskan hypnosis adalah cara berkomunikasi dengan alam bawah sadar. Bukan merupakan mistik, bukan magic, bukan power, namun merupakan ketrampilan komunikasi.
Secara garis besar, kata-kata tertentu bisa menimbulkan efek hipnotis pada seseorang. Disebut efek hipnotis artinya, saat didengarkan, proses pemahaman yang terjadi di level bawah sadar sama persis dengan apa yang diinginkan oleh komunikator nyaris tanpa mengalami efek distorsi apapun.
Ada berbagai cara untuk berkomunikasi dengan alam bawah sadar, yakni :
  1. Membuat seseorang masuk kondisi hipnotik / trance, caranya bisa bermacam-macam. Dalam proses suyet akan nampak seperti tertidur tak sadarkan diri, sekalipun sebenarnya justru ia dalam state konsentrasi dan sangat aware terhadap instruksi penghipnotisnya.
  2. Membuat sibuk alam sadar seseorang, sehingga overload dan memasukkan kalimat tertentu untuk menyelinap ke bawah sadar. Dalam kondisi ini ia tidak akan masuk dalam state hipnotik, namun kalimat hipnotiknya tetap bisa masuk dan ditangkap oleh bawah sadarnya.
  3. Menggunakan language pattern tertentu yang terutama penuh dengan penggunaan presuposisi (asumsi) sehingga menimbulkan efek transderivational search. Cara ini mirip cara kedua, tidak menimbulkan kondisi hipnotik, namun kalimat sugesti hipnotiknya akan masuk ke bawah sadarnya.
Nah, hipnotic persuasion adalah memanfaatkan dua cara terakhir. Teknik ini berbasis pada conversational hypnosis, yakni hypnosis yang menggunakan pendekatan ericksonian. Pendekatan ericksonian berakar pada ahli hipnotis modern bernama Milton H. Erickson. Pendekatan ini di dalam NLP dikenal sebagai Milton Model, maksudnya adalah model bahasa hipnotik berdasarkan Milton H. Erickson ini.
Dari banyak sekali pattern yang ada, dalam artikel ini kita akan secara khusus mempelajari satu language pattern yang disebut sebagai Single Binding Pattern. Sukses tidaknya suatu hipnotik language pattern sangat ditentukan seberapa efektif anda membangun keakraban (rapport) dengan lawan bicara Anda. Semakin dalam level rapport anda dengan lawan bicara, semakin powerful sugesti yang Anda katakan.
Banyak para pembelajar pemula NLP mengatakan bahwa Milton Model / Ericksonian nggak jalan, dan akhirnya berhenti belajar. Padahal ini disebabkan oleh kegagalan mereka dalam membangun rapport dengan lawan bicara. Dalam peribahasa Indonesia disebut sebagai “buruk muka cermin dibelah”.

Single Binding Pattern
Single binding pattern adalah suatu proses melekatkan (bind) dua buah kalimat sehingga nampak berhubungan secara logis. Disebut pattern artinya adalah pola, dalam hal ini adalah pola kalimat yang sudah di craft sedemikian rupa sehingga siap pakai. Mungkin istilah Indonesianya untuk hypnotic language pattern adalah “bahasa hipnotis kalengan”.
Single binding akan memunculkan efek logis diantara 2 buah kata/frasa/kalimat, sekalipun sebenarnya antar kalimat tidak itu ada hubungannya. Anda bebas saja merangkai kalimatnya sepanjang mengikuti polanya. Pola ini sering disebut “the more – the more pattern” atau “semakin-semakin”. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kata “semakin-semakin” dalam merangkai kalimatnya.
Efek yang akan muncul dari “single binding” ini adalah efek sebab akibat. Ada dua jenis efek sugesti yang akan muncul dari pola bahasa hipnotis ini :
  • ” Sugesti munculnya Akibat
  • ” Sugesti munculnya tindakan Sebab

Efek Sugesti Akibat
Coba selami kalimat ini, baca dan berhenti sebentar untuk mengikuti instruksinya : “Semakin Anda berusaha mencoba berhenti membaca, semakin anda akan menginginkan membaca terus.”
Apa yang Anda alami? Sangat menarik, inilah yang sering dipergunakan dalam dunia stage hypnosis. Pattern ini dipergunakan untuk memunculkan apa yang disebut Hukum Keterbalikan.
Saat di panggung hypnostage, di awal acara sering dilakukan tes sugestibilitas. Saat tes sugestibilitas, saya kadang meminta suatu gerakan yang disebut “hand clasp“, yakni menjulurkan kedua tangan ke depan dan menangkupkan kedua telapak tangannya dan akan dimunculkan efek lengket. Pada titik tertentu saya akan mengatakan “Semakin Anda berusaha mencoba membuka telapak tangan Anda, semakin telapak Anda akan melekat lebih erat dan tidak akan bisa dilepas!
Luar biasanya, jika dikatakan dengan tepat , maka efek daya lekat ini akan muncul tanpa tertahankan lagi. Semakin orang itu berusaha melepaskan kedua telapak tangannya yang lengket, maka ia akan merasakan bahwa telapak tangannya semakin lengket satu sama lainnya. Di sini efek sebab akibat terjadi dengan unik, bahkan bertolak belakang.
  • Sebab : Berusaha melepaskan telapak tangan yang melekat.
  • Akibat : Telapak tangan melekat lebih erat.
Secara logika adalah semakin melepaskan telapak tangan yang lengket, semakin telapak tangan cepat terlepas. Inilah keunikan bahasa hipnotik, sekalipun hubungan kalimatnya bertolak belakang (semakin dilepas akan semakin erat), namun tetap saja ia punya kekuatan sugesti.

Efek Sugesti Munculnya Tindakan Sebab
Efek ini terjadi saat 2 kalimat dirangkai dengan cara menuliskan kalimat pertama adalah sugestinya kalimat kedua adalah benefit/kerugian yang diperoleh pendengarnya.
Contoh 1 :
Semakin cepat Anda membayar tagihan listrik, semakin banyak diskon yang akan Anda peroleh.”
  • ” Kalimat 1 Sugesti : Cepat Anda Bayar Listrik!
  • ” Kalimat 2 Benefit : Banyak Diskon Akan Anda Peroleh
Sugesti akan jalan karena orang termakan iming-iming untuk mendapatkan diskon, sehingga memunculkan “tindakan sebab”, yakni membayar listrik lebih cepat.
Contoh 2 :
Semakin cepat Anda membayar tagihan listrik, semakin kecil kemungkinan Anda terkena denda.”
  • ” Kalimat 1 Sugesti : Cepat Anda Bayar Listrik!
  • ” Kalimat 2 kerugian : Kecil Kemungkinan Anda Terkena Denda.
Sugesti akan jalan karena orang terhantui oleh resiko denda, sehingga memunculkan “tindakan sebab”, yakni membayar listrik lebih cepat.
Kalimat hipnotik ini bisa berfungsi dengan baik karena manusia cenderung menjauhi masalah dan mengejar keuntungan (sesuai hukum ‘Pain Pleasure Principle’, atau Metaprogram Arah Motivasi).
Hati-hati dengan penggunaan kalimat ini secara salah, bisa berakibat yang tidak diinginkan. Misal, kecenderungan seorang ibu yang menakut-nakuti anaknya agar tidak menangis.
Contoh 3 :
Semakin kamu menangis, semakin Mama tidak akan membelikan kamu mainan.”
  • ” Kalimat 1 Sugesti : Kamu menangis!
  • ” Kalimat 2 kerugian : Mama Tidak Akan Membelikan Kamu Mainan.
Sugesti akan jalan karena anak terhantui oleh resiko tidak dibelikan mainan, namun justru yang muncul adalah “tindakan sebab”, yakni Menangis!!!.
Jadi apa yang harus dilakukan si Ibu? Lakukan sugesti sebab dengan cara mengatakan “Apa yang diinginkan” dan menghindari mengatakan “Apa yang tidak diinginkan.”
Contoh 3 :
Semakin cepat kamu berhenti menangis, semakin Mama akan membelikan kamu mainan.”
  • ” Kalimat 1 Sugesti : Kamu Berhenti Menangis!
  • ” Kalimat 2 kerugian : Mama Akan Membelikan Kamu Mainan.
Sugesti akan jalan karena anak terinspirasi oleh iming-iming dibelikan mainan, sehinga yang muncul adalah “tindakan sebab”, berupa “Kamu Berhenti Menangis!!!.”
Dengan mudah Anda menerapkan pattern diatas di berbagai situasi lain, misalkan untuk menuliskan script iklan, untuk menyuruh anak buah agar bersedia rajin di kantor, untuk mempengaruhi masyarakat agar lebih tertib membuang sampah, untuk kampanye, dan lain-lain. Hanya imajinasi Anda yang bisa membatasinya.
Kesimpulan
Begitu selesai membaca artikel ini, Anda akan menyadari bahwa ketajaman linguistik Anda semakin menguat dan secara alami membuat ketertarikan Anda pada hypnotic language pattern menjadi semakin tinggi. Semakin Anda memikirkan hal itu, rasanya semakin kuat dorongan hati Anda untuk mengikuti pelatihan “The Power Of Hypnotic Persuasion” yang akan digelar di bulan September depan. Hehehehe, Anda secara otomatis dengan mudah mengerti maksud saya kaaan?

Keajaiban Kata “Meskipun”



Saya baru saja membaca kumpulan metaphora karangan RH. Wiwoho, perintis NLP di Indonesia. Ada satu tulisannya, berjudul The Magic of Language yang menarik untuk saya sharingkan disini, karena ada pengalaman yang bisa saya jadikan contoh.

Begini, saat saya mendengarkan cerita seorang teman yang berisi tumpahan uneg-uneg, kekesalan, kejengkelan atau bahkan kemarahannya, ada kalimat-kalimat seperti ini:

·         “Saya ingin fokus mengurus anak dan rumah tangga tapi saya sudah terbiasa bekerja di kantor dan mendapatkan penghasilan secara tetap…”
·         “Sebenarnya saya ingin menjaga keutuhan pernikahan ini, tapi suami saya sangat menyebalkan dan hampir tidak mau peduli lagi”
·         “Saya ingin tim ini berjaya seperti dulu, tapi sekarang anggota tim-nya sudah semakin sedikit dan saya harus berjuang sendirian”
·         “Keluar dari masalah ini adalah keinginan saya yang terdalam, tapi semakin saya berupaya mengatasi masalah, masalah yang baru bermunculan”
·         “Saya ingin tegar dan kuat seperti dia, tapi kok sepertinya saya belum memiliki bakat dan karakter yang dia miliki ya..”
(kalimat diatas tidak sama persis dengan aslinya, untuk menjaga privasi si penyampai kalimat)
Apa ya yang bisa saya lakukan bila menghadapi kalimat diatas?

Dalam setiap sesi konseling, terapi bahkan hanya sekedar curhat atau obrolan ringan sekalipun, kalimat-kalimat yang diucapkan lawan bicara kita itu memiliki kekuatan tersendiri. Tidak jarang kalimat yang diucapkan nya adalah jawaban atas pertanyaannya sendiri. Dan ajaibnya kalimat yang dilontarkan sebenarnya adalah kalimat penguat bagi dirinya sendiri, hanya saja perlu revisi  dan peng-edit-an ulang atas kalimat tersebut.

Kok bisa ya? Ya, karena kata-kata bukan hanya suatu perwakilan atau penggambaran dari dunia pengalaman, tetapi juga ”membingkai” (framing)  pengalaman seseorang. Dalam tulisannya, Wiwoho menjelaskan bahwa ”membingkai” (framing) artinya membawa aspek-aspek tertentu sebagai latar depan (foreground) dan meninggalkan aspek lainnya sebagai latar belakang (background).

Salah satu kata yang memiliki keajaiban dan powerful, adalah kata ”meskipun”. Kata sambung ”meskipun” yang digunakan untuk merangkai 2 kalimat, akan membuat kita berfokus kepada kalimat pertama (sebagai latar depan) dan membuat kalimat kedua atau kalimat berikutnya sebagai latar belakang.

Yuk kita ambil contoh sederhana.
Kalimat pertama : Saya ingin ke toko buku
Kalimat kedua : Saya belum tahu hendak membeli buku apa
Bila disambungkan dengan kata ”meskipun” menjadi: ”Saya ingin ke toko buku meskipun saya belum tahu hendak membeli buku apa”

Apa yang kita rasakan atau maknakan dari kalimat diatas? Tentu kita berfokus pada kata ”saya ingin ke toko buku” bukan? Sehingga bila dipraktikkan, ada kekuatan atau dorongan yang membuat saya akan pergi ke toko buku, meskipun ketika sampai di toko buku itu saya  bingung membeli buku apa, atau bahkan tidak membeli buku sama sekali.

Beda halnya jika kalimat pertama dan kedua tadi disambungkan dengan kata ”tapi/tetapi” menjadi: ”Saya ingin ke toko buku tetapi  saya belum tahu hendak membeli buku apa”.
Bisa kita rasakan kan perbedaannya? Ketika disambungkan dengan kata ”tapi/tetapi”, kita jadi fokus pada kalimat kedua. Dan bila dipraktikkan, cenderung mengarahkan saya untuk tidak jadi ke toko buku, karena saya belum tahu hendak membeli buku apa.

Ahaaa….! saya jadi menjadi insight nih. Apa yang bisa saya lakukan bila menghadapi teman yang menceritakan masalahnya. Hanya bermodalkan kata ”meskipun”!
Ya, hanya dengan mengubah kata ”tapi/tetapi” dengan ”meskipun”, sebenarnya saya bisa membantu teman saya mengatasi permasalahannya. Setidaknya, ini akan memberi kekuatan bagi dirinya sendiri untuk memandang masalah dari perspektif yang lain. Perspektif yang lebih baik dan lebih positif, yang akan menggerakkan kekuatan subconsciousnya dan memberikan dorongan untuk berfokus pada nilai dan niatan positifnya.

Mari kita lihat, apa yang bisa kita lakukan dengan 5 kalimat contoh di awal tulisan ini, dengan mengganti kata sambung ”tapi/tetapi” dengan ”meskipun”.

·         “Saya ingin fokus mengurus anak dan rumah tangga meskipun saya sudah terbiasa bekerja dan mendapatkan penghasilan secara tetap…”
(fokus pada : saya ingin fokus mengurus anak dan rumah tangga)
·         “Sebenarnya saya ingin menjaga keutuhan pernikahan ini, meskipun suami saya sangat menyebalkan dan hampir tidak mau peduli lagi”
(fokus pada : saya ingin menjaga keutuhan pernikahan)
·         “Saya ingin tim ini berjaya seperti dulu, meskipun sekarang anggota tim-nya sudah semakin sedikit dan saya harus berjuang sendirian”
(fokus pada : saya ingin tim berjaya seperti dulu)
·         “Keluar dari masalah ini adalah keinginan saya yang terdalam, meskipun semakin saya berupaya mengatasi masalah, masalah yang baru bermunculan”
(fokus pada : keinginan saya keluar dari masalah)
·         “Saya ingin tegar dan kuat seperti dia, meskipun sepertinya saya belum memiliki kebiasaan dan karakter yang dia miliki ya..”
(fokus pada : saya ingin tegar dan kuat)

Bagaimana, sudah bisa kita lihat kan keajaiban kata ”meskipun”? Dengan mengubah kata ”tapi” menjadi ”meskipun” kita sudah bisa membantu orang lain memandang suatu masalah dari sudut yang berbeda. Sederhana, namun ajaib yach?
Membantu orang lain saja bisa, apalagi membantu diri sendiri, bukan?

Jadi, bila saat ini Anda sedang meng-iman-i kalimat :
”Saya ingin membeli beras untuk persediaan 2 bulan kedepan, tetapi dollar kan meroket terus nih, harga-harga pasti bakalan mahal!” 
Coba ganti kata ”tetapi” dengan kata ”meskipun”. Lagipula kita beli beras nggak  pakai dollar kok

(Dalam NLP, penggantian kata ”tapi/tetapi” menjadi ”meskipun” termasuk contoh teknik Reframing)
Referensi

Bijaksana Menggunakan Kata “Tetapi”

Berhati-hatilah dalam memilih kata-kata karena salah memilih kata bisa bikin orang kecewa. Maksud hati ingin memuji yang terjadi malah bikin sakit hati.
Begitulah nasehat orang bijak yang sering kita dengar. Namun, sudahkan Anda menyadari efek berbahaya dari penggunaan kata “tetapi” dalam konteks tertentu?
Anda pasti paham bahwa kata “tetapi” merupakan kata penghubung antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.
Misalkan, kalimat pertama,“saya sudah makan”.
Lalu kalimat kedua,“saya belum minum”.
Kedua kalimat tersebut bila digabungkan dengan menggunakan kata “tetapi” menjadi,”saya sudah makan, tetapi saya belum minum”.
Gampang dan memberikan penjelasan umum. Namun, coba Anda perhatikan lagi bahwa dengan kata “tetapi” kalimat pertama, yakni,“saya belum makan” menjadi hilang maknanya. Yang ditekankan kemudian adalah makna dari kalimat,“saya belum minum”.
Inilah bahaya pertama dari kata “tetapi” yang harus Anda pahami benar.
Kata “tetapi” akan menghilangkan makna kalimat pertama sebelum kata “tetapi” dan memberikan penekanan pada makna kalimat kedua setelah kata “tetapi”.
Orang yang mendengar,“saya sudah makan, tetapi saya belum minum”, biasanya akan merespon bahwa yang lebih ditekankan adalah “belum minum”-nya. Tak perduli perihal “sudah makan”-nya. Makan apa dan dimana tidak berarti lagi. Yang diperhatikan adalah kalimat “belum minum”-nya.
Lalu apa yang ada dalam benak Anda bila mendengar kalimat-kalimat berikut ini?
”Oke pekerjaan kamu bagus, tetapi masih ada yang harus diperbaiki.” Atau,”kamu boleh cuti, tetapi tolong HP jangan dimatikan selama cuti.” Atau,”silahkan pesan makan sesukanya, tetapi bayar sendiri-sendiri ya!”
Nah, inilah bahaya kedua dari kata “tetapi” yang juga harus Anda waspadai, yaitu selalu diikuti oleh kalimat-kalimat “bad news”.
Anda biasa akan terjebak untuk selalu melontarkan kalimat-kalimat negatif setelah kata “tetapi” yang efek-nya jadi mengecewakan teman bicara Anda.
Enak didepan, nga enak udahannya. Begitulah yang Anda rasakan bukan? Hal ini dibahas detail oleh Rintu Basu, pakar NLP dunia, dalam bukunya yang berjudul “Persuasion Skills, Black Book”.
Bisa dibayangkan bagaimana bila Anda menggunakan kata “tetapi” tersebut untuk memuji, menyetujui atau memotivasi orang lain.
Yang terjadi adalah bahwa pujian Anda cuma pujian setengah hati atau setuju untuk tidak setuju.
Pujian Setengah Hati
Kata “tetapi” kerapkali digunakan secara sadar atau tidak untuk memberikan penghargaan kepada teman bicara. Hal ini biasa terjadi saat seseorang memberikan komentar terhadap kinerja atau prestasi tertentu. Contoh, bos Anda dikantor biasa akan berkata:
“Hasil kinerja Anda sangat baik tahun ini, tetapi ada hal yang harus diperbaiki.”
Dari kalimat tersebut diatas, bos Anda bermaksud untuk memuji Anda dan menyampaikan pesan agar Anda tidak terlena begitu saja. Anda harus melakukan perbaikan lagi agar prestasi Anda bisa lebih baik.
Namun, Anda sebagai orang yang dipuji akan merasa kecewa dan bisa berkata dalam hati,”ah, kalau begitu saya belum baik!” karena yang direspon oleh pikiran Anda adalah makna yang ditekankan setelah kata “tetapi”.
Apalagi kalau kemudian Anda mendengar banyak sekali yang harus diperbaiki. Contoh:
“Hasil kinerja Anda sangat baik tahun ini, tetapi banyak hal yang harus Anda perbaiki.”
Gimana ini…? Kinerja sudah baik tetapi banyak hal yang harus diperbaiki. Itulah bahaya dari kata “tetapi” yang membunuh kalimat awal.
Setuju Untuk Tidak setuju
Terkadang maksud baik untuk menghargai usulan atau saran dari seseorang malah justru menimbulkan keraguan dan kekecewaan disebabkan oleh kata “tetapi”. Contoh:
“Saya paham dengan maksud Anda, tetapi apakah hal tersebut bisa dilakukan?”
“Busana kamu bagus, tetapi kok warnanya tidak sesuai ya?”
Mendengar struktur kalimat seperti itu, pikiran Anda hanya akan merespon bahwa usulan Anda tidak disetujui atau si Dia tidak menyukai busana yang Anda kenakan.
Ada memang orang yang biasa lebih sopan dalam berkata:
“Saya sangat setuju dengan Apa yang Anda kemukakan, tetapi apakah ada usulan lain?”
Meskipun kalimatnya lebih sopan dimulai dengan menyatakan persetujuan, tetap saja apa yang Anda rasa adalah bahwa ide Anda tersebut tidak bisa diterima. Bikin down, dan malas memberikan ide atau masukan lagi lain kali.
Bagaimana Mensiasati?
Bila ingin memuji atau bermaksud memberikan motivasi kepada seseorang agar dia bisa lebih baik lagi, jangan nyatakan kalimat-kalimat negatif setelah kata “tetapi”. Gunakan kalimat-kalimat positif saja.
Anda ucapkan hal-hal yang harus diperbaiki didepan sebelum kata “tetapi” kemudian memuji setelahnya. Contoh:
“Hasil usaha Anda tahun ini masih perlu perbaikan, tetapi ada kemajuan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun lalu”
Orang akan sangat suka karena dia hanya memperhatikan kalimat setelah kata “tetapi”, yakni, “ada kemajuan yang cukup signifikan“.
Akan lebih baik lagi kalau kata “tetapi” tersebut Anda ganti dengan kata “dan” lalu tambahkan beberapa modifikasi kalimat lainnya. Contoh:
“Hasil usaha Anda tahun ini masih perlu perbaikan, dan saya mau menambahkan bahwa ada kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan tahun lalu karena itu hasil ini harus bisa ditingkatkan di tahun-tahun mendatang.”
Bagaimana menurut Anda? Sudah lebih baik kalimatnya bukan?
“Busana yang Anda kenakan bagus, tetapi kalau warnanya lebih cerah akan terlihat lebih baik”
“Orang sukses bukanlah orang dengan kekayaan dan kesuksesan dunia semata, tetapi orang sukses adalah orang yang bisa husnul khatimah”
“Kita bersyukur bukan karena bahagia, tetapi kita bahagia dengan selalu bersyukur.”
Mari mulai sekarang, kita pergunakan kalimat dengan lebih baik kepada siapapun. Apalagi kepada anak-anak kita.
Bila harus menggunakan kata “tetapi” usahakan setelah kata tersebut muncul kalimat positif bukan kalimat negatif. Atau, hindari sama sekali penggunaan kata “tetapi” ganti saja dengan kata “dan” diiringi dengan modifikasi kalimat tertentu.
Semoga berkenan dan kiranya juga mudah untuk dipahami. Penjelasan secara tertulis biasanya tidak bisa segera dipahami, tetapi dengan praktek dan kepedulian semua bisa menjadi mudah.
Sekarang Anda bisa perhatikan bagaimana pikiran dan perasaan Anda memberikan respon saat orang lain berbicara dengan kata “tetapi” kepada Anda tentunya.