Begitulah nasehat orang bijak yang
sering kita dengar. Namun, sudahkan Anda menyadari efek berbahaya dari
penggunaan kata “tetapi” dalam konteks tertentu?
Anda pasti paham bahwa kata “tetapi”
merupakan kata penghubung antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.
Misalkan, kalimat pertama,“saya
sudah makan”.
Lalu kalimat kedua,“saya belum
minum”.
Kedua kalimat tersebut bila
digabungkan dengan menggunakan kata “tetapi” menjadi,”saya sudah makan,
tetapi saya belum minum”.
Gampang dan memberikan penjelasan
umum. Namun, coba Anda perhatikan lagi bahwa dengan kata “tetapi” kalimat
pertama, yakni,“saya belum makan” menjadi hilang maknanya. Yang
ditekankan kemudian adalah makna dari kalimat,“saya belum minum”.
Inilah bahaya pertama dari kata
“tetapi” yang harus Anda pahami benar.
Kata “tetapi” akan menghilangkan
makna kalimat pertama sebelum kata “tetapi” dan memberikan penekanan pada makna
kalimat kedua setelah kata “tetapi”.
Orang yang mendengar,“saya sudah
makan, tetapi saya belum minum”, biasanya akan merespon bahwa yang lebih
ditekankan adalah “belum minum”-nya. Tak perduli perihal “sudah
makan”-nya. Makan apa dan dimana tidak berarti lagi. Yang diperhatikan
adalah kalimat “belum minum”-nya.
Lalu apa yang ada dalam benak Anda
bila mendengar kalimat-kalimat berikut ini?
”Oke pekerjaan kamu bagus, tetapi
masih ada yang harus diperbaiki.”
Atau,”kamu boleh cuti, tetapi tolong HP jangan dimatikan selama cuti.”
Atau,”silahkan pesan makan sesukanya, tetapi bayar sendiri-sendiri ya!”
Nah, inilah bahaya kedua dari kata
“tetapi” yang juga harus Anda waspadai, yaitu selalu diikuti oleh
kalimat-kalimat “bad news”.
Anda biasa akan terjebak untuk
selalu melontarkan kalimat-kalimat negatif setelah kata “tetapi” yang efek-nya
jadi mengecewakan teman bicara Anda.
Enak didepan, nga enak udahannya.
Begitulah yang Anda rasakan bukan? Hal ini dibahas detail oleh Rintu Basu,
pakar NLP dunia, dalam bukunya yang berjudul “Persuasion Skills, Black Book”.
Bisa dibayangkan bagaimana bila Anda
menggunakan kata “tetapi” tersebut untuk memuji, menyetujui atau memotivasi
orang lain.
Yang terjadi adalah bahwa pujian
Anda cuma pujian setengah hati atau setuju untuk tidak setuju.
Pujian
Setengah Hati
Kata “tetapi” kerapkali digunakan
secara sadar atau tidak untuk memberikan penghargaan kepada teman bicara. Hal
ini biasa terjadi saat seseorang memberikan komentar terhadap kinerja atau
prestasi tertentu. Contoh, bos Anda dikantor biasa akan berkata:
“Hasil kinerja Anda sangat baik
tahun ini, tetapi ada hal yang harus diperbaiki.”
Dari kalimat tersebut diatas, bos
Anda bermaksud untuk memuji Anda dan menyampaikan pesan agar Anda tidak terlena
begitu saja. Anda harus melakukan perbaikan lagi agar prestasi Anda bisa lebih
baik.
Namun, Anda sebagai orang yang
dipuji akan merasa kecewa dan bisa berkata dalam hati,”ah, kalau begitu
saya belum baik!” karena yang direspon oleh pikiran Anda adalah makna yang
ditekankan setelah kata “tetapi”.
Apalagi kalau kemudian Anda
mendengar banyak sekali yang harus diperbaiki. Contoh:
“Hasil kinerja Anda sangat baik
tahun ini, tetapi banyak hal yang harus Anda perbaiki.”
Gimana ini…? Kinerja sudah baik
tetapi banyak hal yang harus diperbaiki. Itulah bahaya dari kata “tetapi” yang
membunuh kalimat awal.
Setuju
Untuk Tidak setuju
Terkadang maksud baik untuk menghargai
usulan atau saran dari seseorang malah justru menimbulkan keraguan dan
kekecewaan disebabkan oleh kata “tetapi”. Contoh:
“Saya paham dengan maksud Anda, tetapi
apakah hal tersebut bisa dilakukan?”
“Busana kamu bagus, tetapi kok
warnanya tidak sesuai ya?”
Mendengar struktur kalimat seperti
itu, pikiran Anda hanya akan merespon bahwa usulan Anda tidak
disetujui atau si Dia tidak menyukai busana yang Anda kenakan.
Ada memang orang yang biasa lebih
sopan dalam berkata:
“Saya sangat setuju dengan Apa yang
Anda kemukakan, tetapi apakah ada usulan lain?”
Meskipun kalimatnya lebih sopan
dimulai dengan menyatakan persetujuan, tetap saja apa yang Anda rasa adalah
bahwa ide Anda tersebut tidak bisa diterima. Bikin down, dan malas
memberikan ide atau masukan lagi lain kali.
Bagaimana
Mensiasati?
Bila ingin memuji atau bermaksud
memberikan motivasi kepada seseorang agar dia bisa lebih baik lagi, jangan
nyatakan kalimat-kalimat negatif setelah kata “tetapi”. Gunakan kalimat-kalimat
positif saja.
Anda ucapkan hal-hal yang harus
diperbaiki didepan sebelum kata “tetapi” kemudian memuji setelahnya. Contoh:
“Hasil usaha Anda tahun ini masih
perlu perbaikan, tetapi ada kemajuan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan tahun lalu”
Orang akan sangat suka karena dia hanya
memperhatikan kalimat setelah kata “tetapi”, yakni, “ada kemajuan yang cukup
signifikan“.
Akan lebih baik lagi kalau kata
“tetapi” tersebut Anda ganti dengan kata “dan” lalu tambahkan beberapa
modifikasi kalimat lainnya. Contoh:
“Hasil usaha Anda tahun ini masih
perlu perbaikan, dan saya mau menambahkan bahwa ada kemajuan yang
signifikan dibandingkan dengan tahun lalu karena itu hasil ini harus
bisa ditingkatkan di tahun-tahun mendatang.”
Bagaimana menurut Anda? Sudah lebih
baik kalimatnya bukan?
“Busana yang Anda kenakan bagus, tetapi
kalau warnanya lebih cerah akan terlihat lebih baik”
“Orang sukses bukanlah orang dengan
kekayaan dan kesuksesan dunia semata, tetapi orang sukses adalah orang
yang bisa husnul khatimah”
“Kita bersyukur bukan karena bahagia,
tetapi kita bahagia dengan selalu bersyukur.”
Mari mulai sekarang, kita pergunakan
kalimat dengan lebih baik kepada siapapun. Apalagi kepada anak-anak kita.
Bila harus menggunakan kata “tetapi”
usahakan setelah kata tersebut muncul kalimat positif bukan kalimat
negatif. Atau, hindari sama sekali penggunaan kata “tetapi” ganti saja dengan
kata “dan” diiringi dengan modifikasi kalimat tertentu.
Semoga berkenan dan kiranya juga
mudah untuk dipahami. Penjelasan secara tertulis biasanya tidak bisa segera
dipahami, tetapi dengan praktek dan kepedulian semua bisa menjadi mudah.
Sekarang Anda bisa perhatikan
bagaimana pikiran dan perasaan Anda memberikan respon saat orang lain berbicara
dengan kata “tetapi” kepada Anda tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar